Professor Sumanto : Cintai Indonesia Jangan 'Ngarab' -->
close
Pojok Seni
20 March 2016, 3/20/2016 11:00:00 PM WIB
Terbaru 2016-03-20T16:00:01Z
ArtikelBerita

Professor Sumanto : Cintai Indonesia Jangan 'Ngarab'

Advertisement
Professor Sumanto Al Qurtuby

Edisi Status Prof. Sumanto Al Qurtuby (bagian I)

pojokseni.com - Status dari Professor Sumanto Al Qurtuby, seorang warga Negara Indonesia yang menjadi Dosen di King Fahd University for Petroleum and Gas, Arab Saudi. Inti dari statusnya adalah, cintai Indonesia dan segala kearifan budayanya. Jangan terlalu 'Ngarab' karena Islam datang ke Indonesia untuk meluruskan dan menjadi pedoman hidup, bukan merubah budaya Indonesia menjadi Arab.
Berikut tulisan Professor Sumanto yang ditulisnya lewat akun FB pribadinya :

Saya membuat tulisan ini, bukan untuk merendahkan bangsa saya, Indonesia tercinta.

Bukan pula menyerang negara Arab, khususnya Arab Saudi tempat di mana saya berdomisili saat ini.

Tujuan tulisan singkat saya ini untuk membangunkan teman-teman, kakak, dan adik-adik saya dan sesama saudara warga negara Indonesia di mana saja berada.

Agar bisa memilih dan memilah, mana yang bisa dijadikan panutan/pedoman, serta mana pula yang harus diwaspadai.

Harapan saya hanya satu: 
Semoga Indonesia selalu dirahmati oleh Allah Tuhan Alam Semesta Pencipta langit dan bumi beserta segala isinya, dan anak-anak bangsa ini -termasuk saya- tidak menjadi bangsa yang inferior(rendah diri), tidak mudah kagum, dan tidak mudah menjadi beo.

Begini, saya melihat hubungan antara Arab (khususnya Arab Teluk), Barat (khususnya Amerika), dan Indonesia (khususnya yang pro-Arab) itu unik, menarik, dan lucu.

Negara2 Arab, khususnya Teluk itu "sangat Barat" dan jelas2 pro-Amerika (dan Inggris).

Hampir semua produk2 Barat dari ecek-ecek (semacam restoran fast foods) sampai yg berkelas & bermerk untuk kalangan berduit, semua ada di kawasan ini.

Mall-mall megah dibangun, a.l., untuk menampung produk2 Barat tadi.

Warga Arab menjadi konsumen setia karena memang mereka hobi shopping 
(bahkan terkadang lalai dengan sembahyang).

Orang2 Barat juga mendapat "perlakuan spesial" disini, khususnya yang bekerja di sektor industri (gaji tinggi, fasilitas melimpah).

Mayoritas orang2 Arab juga sangat hormat & inferior(rendah diri) terhadap orang2 Barat.

Saya sering jalan bareng bersama "kolega bule"-ku ke tempat pameran barang-barang branded tsb, dan mereka menganggap saya adalah "jongosnya".

Bagi orang2 Arab, non-bule darimanapun asalnya apapun agama mereka adalah "Kelas Buruh", sementara org bule, sekere & sebego apapun mereka, beragama atau tidak beragama, dianggap "kelas elit".

Mereka baru menaruh rasa hormat, kalau sudah tahu "siapa kita".

Sejumlah universitas2 beken di Amerika juga membuka cabang di Arab Teluk, selain Saudi, (Georgetown, New York Univ, Texas A & M, Carnegie Melon Univ, dll).

Di bawah bendera King Abdullah Scholarship, Saudi telah mengirim lebih dari 150 ribu warganya untuk belajar di kampus2 Barat, khususnya Amerika, Kanada & Eropa (jg Aussie).

Tidak ada satu pun yang disuruh belajar ke Indonesia!! !
Sementara (sebagian) warga Indo memimpikan belajar di Arab Saudi.

Lucunya, para fans/penyembah Arab Saudi dan Arab-Arab lainnya di Indonesia, mereka mati-matian men-tuan-kan Arab, sementara Arab sendiri tidak "menggubris" mereka (penyembah Arab).

Para "cheerleaders/pengidola" Arab ini (para fans Arab di Indonesia), 
juga mati2an anti-Barat padahal org2 Arab mati2an membela Barat.

Kita bertutur memakai istilah bahasa mereka (akhi, ukhty, antum, dan berbagai istilah arab lainnya, padahal, mereka merendahkan kita). Kita seolah gagal faham untuk membedakan antara Islam dan Arab. 
Islam menghargai kita sedangkan Arab menganggap kita ini bangsa budak.

Saya bukan anti-Arab atau anti-Barat karena teman2 baikku banyak sekali dari "dua dunia" ini.

Saya juga bukan pro-Arab atau pro-Barat. Saya adalah saya yang tetap orang kampungan Jawa.

Daripada "menjadi Arab" atau "menjadi Barat", akan lebih baik jika kita menjadi "diri kita sendiri" yang tetap menghargai warisan tradisi & kebudayaan leluhur kita.

Itulah orang Saudi, mereka menganggap kecil terhadap orang Indonesia, di hotel, di kantor, bahkan mrk menyangka saya cuma tenaga profesional ecek ecek, mereka tanya gaji, disangka CUMA 2 ribu atau 3 ribu Real. (1 real = 3700)

Waktu saya bilang jumlah gaji saya, mereka baru tahu gaji saya sama dengan orang Amerika atau Inggris, dan mereka tanya kok bisa begitu.

Saya bilang, saya pernah training di Inggris dan di Amerika, dan ternyata gaji saya lebih besar dari gaji dokter Saudi.

Itulah kenyataannya, dan yang menggaji saya perusahaan di Abu Dhabi yang tidak menganggap rendah karyawannya berdasarkan kebangsaan atau Nationality profiling.

Bersambung ke bagian II : "Prof. Sumanto : Jangan Lagi kirim TKI/TKW ke Arab untuk jadi Pembantu"

Ads