Di Taman Victoria - Pranowo Handy. -->
close
Adhyra Irianto
18 June 2013, 6/18/2013 10:46:00 AM WIB
Terbaru 2013-07-23T18:00:42Z
eventPuisiSastra

Di Taman Victoria - Pranowo Handy.

Advertisement

Ingatkah dulu pertama kali kita bertemu.
Di sudut taman Victoria sebelum musim dingin tiba.
Kau kenakan kaos biru bergambar hati dengan tulisan cina.
Tas coklat bermotif batik kau dekap di antara dua dadamu.
Rambutmu  hitam tergerai terbawa oleh angin kemarau.
Wajahmu manis dan begitu menyiksa dua bola mataku.
Aku menghampirimu diam-diam seperti burung-burung pipit.

Orang-orang penuh di taman sambil menghabiskan minggu. 
Mereka berbicara, makan, berkumpul dan bergandengan tangan.
Lelaki dan perempuan.
Perempuan dan perempuan.
Tapi kamu terlihat sendiri duduk di sudut bangku taman.
Seperti kesepian memojokkanmu dan tak ingin kau larut dalam kebersamaan.
Meski burung-burung datang mengajakmu berbicara.

" Boleh aku duduk di sini ?"
Seketika kau bergeser dari sudut kanan ke sudut kiri.
Aku duduk tapi diam aroma tubuhmu menguapkan gelisah mendalam.
Angin dingin berhembus menempel di kulit kita sawo matang.
Satu menit, dua menit, tiga menit.
Tiba-tiba mulutmu berucap entah pada langit
Atau pada diriku yang sedari tadi tidak kau anggap.
Pelan namun pasti kau bentangkan semua kisah hidupmu.
Bagai jarak yang jauh dari tanah kelahiranmu kaupun terbang melayang.
  
Aku diam, aku hanya diam.
Lalu ku pandang wajahmu sedikit dengan tatapan mata yang coba berontak dari kenyataan.
Sebab ku tak sanggup berucap.
Aku hanya bisa mendengarkan meski sebenarnya telinga ku tuli.
Air matamu mengalir pelan lewati wajahmu yang tirus
lalu berhenti di ujung bibir
dan angin meniupnya jatuh ke tanah.

Kita orang-orang asing yang terdampar dari tanah kelahiran kita.
Entah karena kebodohan atau keserakahan.
Lalu kita pun akan menjadi asing bila nanti tiba di tanah kelahiran kita.
Kau pikir kita bangga di sebut pahlawan devisa.
Tidak, kita tidak pernah bangga.
Kita hanya mencari hidup sambil terus bertahan dari geliat kampung yang jauh yang tak menjanjikan apa-apa.
Kita hidup di sini memang sukar di terka.
Sebab tak ada sanak keluarga yang benar-benar mengerti.
Rindu dan cinta terkadang datang bergelora.
Kita pendam, meski gatal di puting dan di selangkangan.

Angin tetap bertiup menggesek ujung-ujung dedaunan.
Burung-burung semakin banyak dan berkumpul.
Canda tawa dan gurauan cabul
Sajian makanan terlentang di atas rumput
mengisi minggu pagi di taman victoria
Kau kenakan jaketmu lalu kau berdiri sambil berucap.

" Aku tidak ingin pulang " 
Buat sahabat lainnya yang juga ingin karyanya di muat di web ini, simak informasinya disini https://www.facebook.com/TeaterPetass?ref=hl



Ads