Puisi : Dongeng Suatu Malam di Tahun Ketiga -->
close
Pojok Seni
10 May 2018, 5/10/2018 02:56:00 AM WIB
Terbaru 2018-05-09T20:05:48Z
PuisiSastra

Puisi : Dongeng Suatu Malam di Tahun Ketiga

Advertisement
(Ilustrasi : Karya Jungho Lee)

Dongeng Suatu Malam di Tahun Ketiga

Adhyra Irianto


(1)

sebenarnya dunia tak berpihak pada kita, sayangku
hanya rindu biruku, yang mau menunggu, atau setidaknya menemaniku menunggu
rindu biruku yang tiga tahun mengelus kepalaku, menyajikan cinta dalam segelas kopi kental, lalu menemaniku menembus heningnya semesta yang masih belukar

setelah tiga tahun, baru aku sadari, engkau begitu lucu, kekasihku
mencintaiku karena puisi, sedang puisi tak pernah mencintai kita
hanya aku yang mencintaimu, bukan puisi, dunia bukan tempat yang baik untuk kata-kata

aku terus terbahak, ketika engkau memeras airmatamu, menjadikannya segelas air minum untukku dan anak kita. wanita harusnya tak perlu kerja keras. kau dengar apa kata wanita pesolek di ujung gang sana? "apa daya, kasihan wanita itu, suaminya hanya perangkai kata yang bodoh."

namun, kau tahu? engkau adalah hujan dan engkau mimpi pada malam yang menenggelamkan bintang-bintang di kelamnya

(2)

malam ini sangat baik, Tuan Beckett yang baru saja mengajari aku tentang hujan dan mimpi. apa kau tahu tentang hujan, sayangku? aku baru saja menyelesaikan 3 jam yang lalu. hingga akhirnya aku percaya pada penyembah hujan, bahwa hujan terus membawa kerinduan. namamu mengalir dalam setiap derasnya, dalam setiap alirnya, dalam setiap alurnya.

engkau yang mengajakku berhenti sejenak dari belaka dunia engkau pula yang mengajakku ke sungai-sungai yang mengalirkan puisi, hingga aku memancingnya satu persatu. engkau yang menanam bibit puisi di kepalaku hingga akhirnya aku tahu, engkaulah puisiku

langkah kakimu berderap menemani langkahku menapaki jalanan batu dan jalanan waktu. yah, sayangku, benar, waktu. waktu yang keramat dan khianat. dilemparnya suara-suara yang hidup dari sajakku ke laut lepas, katanya suara itu parau dan sumbang. tiga tahun engkau memungutnya dari dasar samudra, lalu menyusun ulang tangga nadanya, hingga seperti suara kokok gagah ayam jantan dini hari

saat itu, rohmu masih berkeliling sedang tubuhmu tertidur lelah. anakku dan aku bergantian melelahkanmu. anak kita dengan manjanya menyeret semua tenagamu keluar lewat liang-liang di antara jemari. kemudian, setelah ia tidur, giliran aku yang mengajakmu melupakan semesta belukar dan belantara, hanya untuk bercinta

(3)

aku menutup dongeng tahun ketiga dengan sebuah janji. aku ingin mencintaimu habis-habisan. mencintaimu dengan cinta yang abadi, seperti mati. abadi yang biru, seperti langit, seperti laut, seperti sungai. mencintaimu sampai aku jadi abu.


Curup, 9 Mei 2018
(tahun ketiga pernikahanku dengan Diah Irawati)


Ads