Baromban & Mitos Tambang : Mentoring Ketiga Sebelum Pementasan. -->
close
Pojok Seni
21 February 2018, 2/21/2018 01:54:00 AM WIB
Terbaru 2018-02-20T18:54:44Z
eventMedia Patner

Baromban & Mitos Tambang : Mentoring Ketiga Sebelum Pementasan.

Advertisement


pojokseni.com - Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam dihadiri Nano Riantiarno, Ratna Riantiarno, Garin Nugroho, Butet Kertaradjasa, Jeannie Park, dan Vita dari Djarum Foundation pada Senin (19/2) untuk melihat perkembangan karya IPS yang akan ditampilkan di Galeri Indonesia Kaya maret depan. IPS atau dikenal juga dengan Indonesian Performance Syndicate adalah salah satu peraih hibah Bhakti Budaya yang diadakan oleh Djarum Foundation. Karya yang dibuat untuk program ini berjudul Baromban dan Mitos Tambang yang berangkat dari puisi-puisi yang ditulis penyair Iyut Fitra.

Sumber dasar gagasan pertunjukan ini berasal dari puisi berjudul "Baromban" karya Iyut Fitra dan buku "Mitos Tambang untuk Kesejahteraan" karya Hendra Try Ardianti.

Menyilau perkembangan, karya atau bisa disebut sebagai mentoring, telah dilewati IPS selama dua kali. Pertama di bulan Januari dan kedua di awal Februari lalu. Menurut pemaparan pengkarya, jika pada mentoring sebelumnya karya yang diperlihatkan hanya pada bagian pertama saja, kali ini sudah mencapai tiga bagian yang berarti sudah keseluruhan dari karya.
Bagian pertama berisi definisi, bagian kedua masuk pada gambaran penambanh pasir yang berlayar ke hulu untuk menambang. Sebab dalam budaya Minangkabau, perumahan masyarakat terdapat di bagian hilir sungai. Bagian ketiga, menjelaskan bagaimana hasil tambang tidak memenuhi standar ekonomi untuk mereka meneruskan hidup. Namun, apa yang mereka tampilkan malam ini masih belum sempurna.

"Jika dipresentasikan baru mencapai 80%," terang Wendy HS selaku sutradara Baromban.

Dijelaskan lebih lanjut, karya ini menggunakan pola pengembangan artistik. Seperti pipa yang menjadi simbol ikonik tambang, masker, dan selang. Setelah dikembangkan, pipa-pipa tersebut dapat menjadi rakit, menjadi alat musik dan mengeluarkan suara khas sampelong, bahkan dapat menjadi sebuah instalasi seni. Sementara dalam pola geraknya, Baromban berangkat dari ratik dan tapuak galemboang yang berbasis pada kuda-kuda dalam silek minang.

Usai memaparkan Baromban, IPS mendapat  balasan review dari para mentor. Nano Riantiarno mengungkapkan sangat terkesan dengan koreografi dan imajinasi yang hadir di atas panggung. Selain itu, kreativitas menciptakan bentuk lain dari properti yang dimiliki juga menarik, seperti mengubah pipa menjadi rakit. "Saya kira masih banyak peluang-peluang untuk dapat menggambarkan pada penonton apa yang sebenarnya terjadi di wilayah Baromban itu," pungkasnya.


Ditambahkan oleh Garin Nugroho, "Empat elemen itu, musik, tari, teater, dan instalasi rupa yang dihadirkan IPS dapat diolah terus sehingga mencapai kemungkinan-kemungkinan baru."

Selain itu, yang menjadi catatan penting bagi IPS untuk mementaskan Baromban di Galeri Indonesia Kaya adalah persoalan luas panggung dan ruang di gedung tersebut. IPS diharapkan mampu mengadopsi panggung dengan pertunjukan. Kesadaran akan kehadiran kelompok penonton yang rata-rata adalah seniman muda juga dirasa perlu, maka pihak Djarum Foundation meminta IPS untuk menyediakan leaflet. Sehingga, tepat pada 11 Maret 2018 nanti, pertunjukan nomor urut 4 yang paling kontemporer ini dapat dinikmati sesuai harapannya. (isi/pojokseni.com)

Ads