Memandang Pendidikan -->
close
Pojok Seni
10 November 2017, 11/10/2017 09:18:00 PM WIB
Terbaru 2017-11-10T14:18:32Z
Artikel

Memandang Pendidikan

Advertisement
Ekstrakurikuler Teater di SMA Saint Nicholas Jakarta Utara yang dilatih oleh Teater Keliling Jakarta

Catatan Rudolf Puspa (Teater Keliling, Jakarta)

Adalah benar apa yang diungkapkan presiden Republik Indonesia, Ir.H.Joko Widodo pada hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2017 bahwa pendidikan kita sudah terlalu lama monoton. Perlu ada pembagian system pendidikan yakni 60% di luar dan 40% di kelas. 


Sebagai seniman teater saya merasakan hal ini sejak lima tahun pertama keliling Indonesia. Ada yang kurang beres dalam system pendidikan kita sejak TK hingga perguruan tinggi. Memang benar tiap tahun berapa ribu wisudawan di seluruh perguruan tinggi di Indonesia dihasilkan.

Berapa ribu yang doktor hingga profesor bahkan yang diraih di luar negeri. Namun jumlah sarjana yang cukup besar ternyata tidak menjawab mutu pendidikan di tanah air. Yang mengenaskan bahwa lulusan sekolah tidak punya kemampuan untuk langsung kerja.

Seharusnya kita tak perlu malu mencontoh system pendidikan yang telah digunakan di mancanegara yang memiliki hasil nyata sehingga negerinya semakin maju. Jika malu ambil dari luar maka pelajari system pendidikan yang sudah lama ada seperti taman siswo misalnya.

Kita punya bapak pendidikan yakni Ki Hajar Dewantara yang reputasinya pada zamannya termasuk tiga orang dahsyat dalam pendidikan di dunia. Mereka bertiga memiliki kesamaan pemikiran walau tidak saling kenal. Pemikiran bahwa pendidikan kesenian adalah landasan bagi pendidikan menyeluruh.  

Mestinya kita bangga karenanya sehingga bisa mengetrapkan system yang beliau ajarkan. Bukan tidak mustahil kini bangsa Indonesia pasti sudah menjadi bangsa yang sangat maju bahkan mungkin bisa berada diatas Jepang atau Korea. Sayang kini justru dengan tetangga sendiri yang dulunya mengimport guru dari Indonesia kini sudah terbalik. Panjang lebar kita menunjukkan kelemahan tak akan bermanfaat bilamana yang memiliki jabatan belum menyadari betapa lemahnya system pendidikan kita. Kalau sudah sadar barulah bisa diharapkan mengadakan perubahan besar.

Salah satu tugas seniman seperti yang diungkapkan WS Rendra adalah “bangunkan orang2”. Seruan Rendra tahun 70 an itu sepertinya lenyap ditelan debu padang pasir, sementara negeri tercinta ini tak punya padang pasir. Lalu padang apakah yang ada disini? Padang kebodohan atau padang ketidak pedulian?

Ekstrakurikuler Teater di SMA Saint Nicholas Jakarta Utara yang dilatih oleh Teater Keliling Jakarta

Salah satu bentuk latihan bagi kesiapan seorang aktor dan aktris teater adalah latihan di alam terbuka. Pemain dilatih mengenal apa itu pohon, angin, air, langit, tetumbuhan sehingga mampu bergaul dengan mereka. 

Dari pergaulan tersebut akan bisa menyatu dengan alam sekitar sehingga membentuk satu kekuatan yang besar yakni daya dengar, lihat dan rasa. Sang pemain pun akan dengan mudah dalam hitungan detik menyatu dengan sekelilingnya sehingga apa yang disebut persatuan dan kesatuan menjadi nyata dialami dan dimiliki.

Apa yang dikatakan presiden 60% di luar akan semakin jelas dan memang sangat besar faedahnya. Yang dinamakan di luar bukan hanya alam tetumbuhan, hutan, laut, sawah saja namun juga ada binatang dan manusia yang juga memiliki daya hidup dan bergerak. Bisa diartikan di luar adalah mengenal kehidupan nyata.  Dengan selalu menggauli kehidupan nyata akan mengenal apa yang jadi kebutuhan hidup. Ilmu apa yang harus dipelajari agar bisa menjawab problem2 yang ada secara nyata sedang berlangsung.

Dengan terjun ke dunia nyata maka pendidikan bukan sebuah menara gading yang tidak retak. Siswa siswi harus diberi tantangan untuk menjawab segala macam problem sesuai dengan pilihan jurusannya.  Jurusan mesin mobil ya langsung masuk bengkel-bengkel atau pabrik mobil agar kenal kemajuan teknik mesin mobil apa yang kini sedang berlangsung. Masuk ke bank dan pasar saham sehingga tau bagaimana perdagangan uang, bagaimana management keuangan. Masuk pasar agar tau apa dan bagaimana ekonomi yang sedang berlangsung.

Bagi yang suka ilmu sosial ya datang ke jalanan, daerah-daerah kumuh, penjara, kampung-kampung miskin agar bisa kenal masalah sosial dan mencari solusinya. Yang tertarik kebudayaan bisa langsung jumpa budaya-budaya setempat, kesenian daerah hingga yang modern sehingga dapat mengenal derap langkah kebudayaan masa kini dan lalu untuk mendapatkan jawaban bagi problem kebudayaan yang muncul. Berbagai ilmu memang sebaiknya dilihat di lapangan. Dengan tantangan-tantangan seperti ini bisa terwujud bagi mengasah daya inovasi, daya pikir, daya imaginasi, daya rasa hingga menemukan jawaban secara langsung.

Ekstrakurikuler Teater di SMA Saint Nicholas Jakarta Utara yang dilatih oleh Teater Keliling Jakarta

Adalah sangat menyedihkan jika anak smp masih dilarang bawa hp, kalkulator dan sejenisnya. Ini abad milenium yang segalanya sudah serba digital. Masih diajar berhitung secara manual? Berkomunikasi menjadi sulit karena HP dilarang? Yang penting diajarkan seharusnya adalah meyadari apa guna alat2 tersebut sehari-hari sehingga justru mempercepat kemampuan menjawab tantangan hidup. Kini yang ada justru melahirkan kemampuan untuk menyembunyikan hp atau kalkulator, sepeda motornya. Masyarakat sekeliling sekolah lebih cepat menangkap momen tersebut yang menguntungkan yakni buka tempat penitipan hp, motor dsb.

Ironis sekali jadinya dunia pendidikan kita yang monoton ini. Lalu apa sumbangan kegiatan kesenian bagi pendidikan? Cukup panjang uraiannya dan akan disampaikan di catatan mendatang.

Terima kasih atas perhatiannya dan saya mohon tanggapannya.



Jakarta 9 Nopember 2017
Rudolf Puspa

Ads