Menghukum Rindu -->
close
Pojok Seni
13 September 2016, 9/13/2016 06:38:00 PM WIB
Terbaru 2016-09-13T11:38:59Z
Sastra

Menghukum Rindu

Advertisement

Oleh : Mutia Husna Avezahra

Kamu hanya tak pernah pulang ke tempat bersinggah dari segala petualangan. Kamu hanya terlalu bising untuk bertegur sapa dengan amarah yang tak pernah tercerabut dari masa lalu yang seram. Kalaulah cuman ingin menggapai angan, kenapa tak kau dengarkan banyak lirik lagu yang menjadi kesimpulan segala macam kisah asmara yang pernah ada di muka bumi—pastilah—satu dua ada yang mirip dengan punyamu.

Tapi ternyata tak cukup, kamu tahu rumit itu berarti mengisi sebuah bejana yang dalamnya tak tertebak oleh angka meteran. Hanya satu pertanyaan yang kemudian dapat memasung perjalananmu: sampai kapan? Kamu mau sampai kapan menyelam pada relung bejana yang tak berisi apa-apa. Bertemu air pun tidak, terlebih tambang emas intan berkilau-kilau cerah. 

Entah apa yang memburumu untuk menggali goa yang pintunya adalah bejana plastik, apa yang hendak kamu cari dari perjalanan begitu panjang dan menyesakkan. Padahal muara itu tak lebih dari laut luas tempat langit dan segara melepas jumpa. Jangan percaya kata pujangga bahwa senja itu indah, mungkin itu sudah jadi sampah zaman sejak kamu putuskan menggambar malam purnama dengan warna merah darah. 

Lekaslah kamu usai segala perang. Sementara kamu biarkan semua jenderal mati tanpa ada kemenangan. Tak kamu sadari bahwa ceritamu dapat mengubah sejarah yang telah lama terpercaya. Jangan buat keributan dengan masa lalu, karena akan jadi sangat sulit untuk diterka oleh berapa pun jumlah diskusi yang terlaksana dalam satu abad. Hingga kekeliruan ini akan mencipta sejarah baru dan masa depan yang antah akan menjadi apa.

Marilah keluar sejenak dari penjara kenaifan. Kamu tak cukup kuat untuk mengurung seharian menahan lapar, dahaga, serta cinta. Kamu masih bisa mengunjungi halaman dan bercocok tanam selada, dahlia atau apapun yang membuatmu senang. Kalaupun kamu tak ingin tertusuk duri tajam, hindari memelihara mawar, cukup bikin lukisan untuk dipajang di ruang tengah, dinikmati sambil menyantap makan malam, sekalipun makan sendirian.

Kamu seharusnya tak perlu begini, Ia tak bakal datang jika kamu tak pernah bilang. Kamu hanya menyakiti diri dan tak mau mengenal peta terjal. Bahwa segala hal musti diperjuangkan, meskipun begitu sulit untuk diwujudkan dalam satu kali lompatan. Kamu hanya perlu bertahan dari gemuruh hujan yang membawa pesan ketidakpastian. Memang begitulah kehidupan, begitu sombong kamu menyangkal perasaan.  (**)

Kirim Tulisan ke pojokseni.com, BACA DISINI

Ads